Sabtu, 09 Februari 2013

MAKALAH TENTANG FISIOTERAPI



                                                          BAB I                                                         
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Fisioterapi merupakan salah satu tenaga kesehatan yang ikut berperan dalam proses pembangunan di bidang kesehatan. Menurut UU Kesehatan No. 23 Tahun 1992 pembangunan kesehatan merupakan salah satu dari upaya pembangunan nasional yang ditujukan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemajuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan yang optimal (Riasmini, 2006).
Fisioterapi merupakan pelayanan yang ditujukan kepada individu dan atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang daur kehidupan dengan menggunakan penanganan secara manual, peningkatan gerak, peralatan (fisik, elektroterapeutis dan mekanis),pelatihan fungsi,komunikasi (KepMenKes No.376/MENKES/SK/II/III/2007).
Stroke adalah penyebab dari kecacatan nomor satu dan penyebab kematian nomor dua didunia. Penyakit ini telah menjadi masalah kesehatan yang mendunia dan semakin penting dengan dua pertiga stroke sekarang terjadi dinegara-negara yang sedang berkembang (Feigin,2006).
1

 
Di Indonesia, diperkirakan setiap tahun terjadi 500.000 penduduk terkena serangan stroke, sekitar 2,5 % atau 12.500 orang meninggal dan sisanya cacat ringan maupun berat. Jumlah penderita stroke cenderung terus meningkat setiap tahun, bukan hanya menyerang penduduk usia tua, tetapi juga dialami oleh mereka yang berusia muda dan produktif, hal ini akibat gaya dan pola hidup masyarakat yang tidak sehat, seperti malas bergerak, makanan berlemak dan kolesterol tinggi, sehingga banyak diantara mereka mengidap penyakit yang menjadi pemicu timbulnya serangan stroke. Saat ini serangan stroke lebih banyak dipicu oleh adanya hipertensi yang disebut sebagai silent killer, obesitas dan berbagai gangguan kesehatan yang terkait dengan penyakit degeneratif.Stroke adalah penyakit otak destruktif dengan konsekuensi berat, termasuk beban psikologis, fisik dan keuangan yang besar pada pasien, keluarga mereka dan masyarakat (Feigin, 2006).
Stroke biasanya ditandai dengan kelemahan anggota gerak atas maupun bawah pada salah satu sisi anggota tubuh.Untuk itu penderita stroke perlu mendapatkan penanganan sedini mungkin agar pengembalian fungsi dari anggota gerak serta gangguan lainnya dapat semaksimal mungkin atau dapat beraktivitas kembali mendekati normal serta mengurangi tingkat kecacatan.Stroke dapat menyebabkan problematika pada tingkat impairment berupa gangguan motorik, gangguan sensorik, gangguan memori, kognitif, gangguan koordinasi dan keseimbangan.Pada tingkat functional limitation berupa gangguan dalam melakukan aktivitas fungsional sehari-hari seperti perawatan diri, transfer dan ambulasi.Serta pada tingkat participation restriction berupa keterbatasan dalam melakukan pekerjaan, hobi dan bermasyarakat di lingkungannya.
Dengan adanya layanan fisioterapi maka pasien hemiparese pascastroke akut dapat ditangani dengan menggunakan beberapa metode ataupun modalitas, salah satunya metode Margaret Johstone. Metode yang digunakan ini adalah untuk meningkatkan tonus otot yang mengalami hypotonus dan menurunkan otot yang mengalami hypertonus, mengacu pada pola gerak yang normal, mekanisme reflek postural yang normal  dan sensorik yang normal.
Oleh karena itu, berdasarkan latar belakang di atas pada Karya Tulis Ilmiah ini penulis tertarik untuk mengambil judul Penerapan Metode Margaret Johnstone pada Kondisi Hemiparese Pascastroke Akut.

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut :
1.2.1        Dapatkah metode Margaret Johnstone digunakan dalam meningkatkan kekuatan otot yang mengalami hypotonus dan menurunkan otot yang mengalami hypertonus ?
1.2.2        Bagaimana penanganan fisioterapi pada pasien hemiparese pascastroke akut dengan menggunakan metode Margaret Johnstone ?









1.3 Tujuan Penulisan
Dalam rumusan masalah yang telah ada, maka ada beberapa tujuan yang hendak dicapai, antara lain :
1.3.1   Untuk membuktikan bahawa metodeMargaret Johnstone mampu dalam meningkatkan kekuatan otot yang mengalami hypotonus dan menurunkan otot yang mengalami hypertonus.
1.3.2   Untuk mengetahui bagaimana penanganan fisioterapi pada pasien hemiparese pascastroke akut dengan menggunakan metode Margaret Johnstone.

1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Fisioterapi
Manfaat bagi fisiotarapi adalah memberikan sumbangan informasi atau masukan untuk meningkatkan profesionalisme bagi fisiotarapis tentang penerapan metode Margaret Johnstone pada kondisi hemiparase sinistra pascastroke akut.
1.4.2 Penulis
Manfaat bagi penulis yaitu untuk manambah pengetahuan dan pamahaman tentang penerapan metode Margaret Johnstone pada kondisi hemiparese sinistra pascastroke akut.


1.4.3 Pengetahuan dan Teknologi
Manfaat bagi ilmu pengetahuan dan teknologi dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan, khususnya dalam bidang kesehatan, bahwa dengan metode Margaret Johnstone salah satu terapi latihan yang dapat digunakan untuk mengurangi masalah pada pasien hemiparese.
1.4.4 Institusi Pendidikan
Manfaat untuk institusi pandidikan sebagai sarana untuk mempersiapkan peseta didik dilingkungan pendidikan fisioterapi untuk memahami serta melaksanakan proses fisioterapi dengan modalitas terapi latihan berupa penerapan metode margaret johnstone pada kondisi hemiparese sinistra pascastroke akut.








BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 Deskripsi Kasus
2.1.1 Definisi
Stroke atau Cerebrovascular Accident (CVA) merupakan gangguan neurologik mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui sistem suplai arteri otak (Wilson, 2002).
Menurut WHO, stroke adalah terjadinya gangguan fungsional otak fokal maupun global secara mendadak dan akut yang berlangsung lebih dari 24 jam akibat gangguan aliran darah otak.
6
 
Dalam istilah awam, stroke adalah serangan otak yang terjadi secara tiba-tiba dengan akibat kematian atau kelumpuhan sebelah bagian tubuh secara sederhana.Stroke terjadi jika aliran darah ke otak terputus, otak kita sangat tergantung pada pasokan darah yang berkesimbungan, yang dialirkan oleh arteri (pembuluh nadi). Jika pasokan darah berhenti akibat pembekuan darah atau pecahnya pembulu darah, sedikit atau banyak akan terjadi kerusakan pada otak yang tidak dapat diperbaiki (infark otak). Dampaknya adalah fungsi kontrol bagian tubuh  oleh daerah otak yang terkena stroke tersebut akan hilang atau mengalami gangguan dan dapat mengalami kematian (Vitahealth, 2006).
Secara sederhana stroke akut didefinisikan sebagai penyakit otak akibat terhentinya aliran darah ke otak kerena sumbatan (stroke iskemik) atau pendarahan (stroke hemoragik) (Junaidi, 2011). Pada stroke iskemik, aliran darah ke otak terhenti kerena aterosklerotik atau bekuan darah yang telah menyumbat suatu pembuluh darah, melalui proses aterosklerosis. Sedangkan pada stroke hemoragik (pendarahan), pembuluh darah pecah sehingga aliran darah menjadi tidak normal dan darah yang keluar merembes masuk kedalam suatu daerah di otak dan merusaknya (Junaidi, 2011).

2.1.2Anatomi Fungsional
Masalah utama pada stroke adalah gangguan peredaran darah di otak, sehingga kita perlu memahami tentang anatomi fungsional otak.
2.1.2.1  Anatomi Otak
Otak adalah organ vital.Otak bertanggung jawab atas fungsi mental dan intelektual kita, seperti berfikir dan mengingat.Otak terdiri atas sel-sel otak yang disebut dengan neuron, sel-sel penunjang yang dikenal sebagai sel glia, cairan serebrospinal, dan pembuluh darah (Feigin, 2006).Otak manusia berisi hampir 98% jaringan saraf tubuh atau sekitar 10 miliar neuron yang menjadi kompleks secara kesatuan fungsional. Kisaran berat otak sekitar 1,4 kg dan mempunyai volume sekitar 1200 cc.  Otak juga lebih kompleks daripada batang otak. Otak manusia kira-kira merupakan 2% dari berat badan orang dewasa, otak menerima 15% dari curah jantung, memerlukan 20% pemakaian oksigen tubuh dan sekitar 400 kilokalori energy setiap harinya (Muttaqin, 2008).Selain itu otak  juga merupakan jaringan yang paling banyak memakai energi dalam seluruh tubuh manusia dan terutama berasal dari metabolisme oksidasi glukosa. Jaringan otak sangat rentan dan kebutuhan akan oksigen dan glukosa melalui aliran darah yang bersifat konstan (Wilson, 2002).



Gambar 2.1
Anatomi otak
(http://htmlimg3.scribdassets.com/, 2010)

Bagian – bagian dari otak menurut Mutaqqin, 2008 :
1.    Cerebrum (Otak Besar)
Cerebrum adalah area atau wilayah terbesar dari otak. Disini terletak pusat-pusat saraf yang mengatur semuah kegiatan sensorik dan motorik, juga mengatur semua proses penalaran, ingatan dan intelegensi. Serebrum terdiri atas hemisfer kanan dan hemisfer kiri yang dibagi oleh satu lekukan atau celah dalam yang disebut dengan fisura longitudinal mayor. Bagian luar hemisfer serebri terdiri atas substansia grisea yang disebut sebagai korteks serebri, terletak diatas substansia alba yang merupakan bagian dalam (inti) hemisfer dan disebut Pusat Medula. Kedua hemisfer saling dihubungkan oleh suatu pita serabut lebar yang disebut korpus kalosum. Didalam substansia alba terdapat kumpulan massa substansia grisea yang disebut ganglia basal. Pusat sensorik dan motorik pada masing-masing hemisfer dirangkap dua dan sebagian besar berkaitan dengan bagian tubuh yang berlawanan.Hemisfer kanan mengatur bagian tubuh kanan, konsep ini disebut pengendalian kontralateral.
Menurut Mutaqqin (2008), pada otak besar ditemukan beberapa lobus yaitu :
1)      Lobus Frontalis
Lobus Frontalis adalah proses area dari korteks serebrum yang terletak didepan sulkus sentralis (suatu fisura atau alur) dan di dasar sulkus lateralis. Bagian ini mengandung daerah-daerah motorik dan premotorik.Lobus frontalis bertanggung jawab atas perilaku bertujuan, menentukan keputusan moral, dan pemikiran yang kompleks.Lobus frontalis memodifikasi dorongan-dorongan emosional yang dihasilkan oleh system limbic dan reflex-refleks vegetatif dari batang otak.Badan-badan sel di daerah motorik primer lobus frontalis mengirim tonjolan-tonjolan akson ke medulla spinalis, yang sebagian besar berjalan dalam jalur yang disebut sabagai system piramidalis.
Pada sisem piramidalis, neuron-neuron motorik dari sisi korteks serebrum menuju ke sisi berlawanan. Informasi motorik dari sisi kiri korteks serebrum menuju ke sisi kanan medulla spinalis dan mengendalikan gerakan motorik sisi kanan tubuh,demikian sebaliknya. Akson-akson lain dari daerah motorik berjalan dalam jalur ekstrapiramidalis.Serabut saraf ini mengendalikan gerak motorik halus dan berjalan di luar jalur piramidalis ke medulla spinalis.
2)      Lobus Parietalis
Lobus Parietalis adalah daerah korteks yang terletak di belakang sulkus sentralis, di dasar fisura lateralis dan meluas ke belakang menuju fisura parieto oksipitalis.Lobus ini merupakan daerah sensorik primer otak untuk sensasi peraba dan pendengaran.Sel-sel lobus frontalis bekerja sebagai area asosiasi sekunder untuk menginterpretasikan rangsangan-rangsangan yang datang. Lobus frontalis menyampaikan informasi sensorik ke banyak daerah lain di otak, termasuk daerah asosiasi motorik dan visual di sebelahnya.



3)      Lobus Oksipitalis
Lobus oksipitalis adalah lobus posterior korteks serebrum.Lobus ini terletak di sebelah posterior dari lobus parietalis dan di dasar fisura parieto-oksipitalis, yang memisahkanya dari serebellum.Lobus ini adalah pusat asosiasi visual utama.Lobus ini menerima informasi yang berasal dari retina mata.
4)      Lobus Temporalis
Lobus temporalis mencangkup bagian korteks serebrum yang berjalan ke bawah dari fisura dan ke sebelah posterior dari fisura parieto-oksipitalis.Lobus temporalis adalah area asosiasi primer untuk informasi auditorik dan mencangkup area Wernicke tempat interpretasi bahasa.Lobus ini juga terlihat dalam interpretasi penyimpanan ingatan.




Gambar 2.2
Hemisfer serebri dari sisi kiri
(http://htmlimg2.scribdassets.com/, 2010)

2.      Cerebellum (Otak Kecil)
Serebellum terletak di dalam fosa kranii posterior dan ditutupi oleh durameter yang menyerupai atap atau tenda yaitu, tentorium, yang memisahkannya dari bagian posterior serebrum. Serebellum terdiri atas bagian tengah, vermis dan dua hemisfer lateral. Serebellum dihubungkan dengan batang otak oleh tiga berkas serabut yang dinamakan pendikuli.Semua aktivitas serebellum berada di bawah kesadaran. Fungsi utama serebellum adalah :
1)      Mengatur otot-otot postural tubuh. Serebellum mengkoordinasi penyesuaian secara cepat dan otomatis dengan memelihara keseimbangan tubuh.
2)        Melakukan program akan gerakan-gerakan pada keadaan sadar dan bawah sadar.
Serebellum sebagai pusat reflex yang mengkoordinasi dan memperhalus gerakan otot serta mengubah tonus dan kekuatan kontraksi untuk mempertahankan keseimbangan dan sikap tubuh.
3.      Trunkus Serebri (Batang Otak).
Ke arah kaudal batang otak berlanjut sebagai medulla spinalis dan ke bagian rostral berhubungan langsung dengan pusat-pusat otak yang lebih tinggi.Bagian-bagian batang otak dari bawah ke atas adalah medulla oblongata, pons dan mesensefalon (otak tengah).Di sepanjang batang otak banyak ditemukan jaras-jaras yang berjalan naik dan turun. Batang otak merupakan pusat transmitter dan reflex dari sistem saraf pusat. Hubungan cerebelum dengan medulla oblongata disebut korpus retiformi, serebelum dengan pons varoli disebut brakium pontis dan serebelum dengan mesensepalon disebut brakium konjungtiva.
Batang otak terdiri dari :
1)      Diensefalon, bagian batang otak paling atas terdapat diantara serebelum dengan mesensefalon, dari sel saraf yang terdapat di bagian depan lobus temporalis terdapat kapsula interna dengan sudut menghadap kesamping.
2)   Mesensefalon, atap dari mesensefalon terdiri dari 4 bagian yang menonjol ke atas, 2 disebelah atas disebut korpus kuadrigeminus superior dan 2 di sebelah bawah disebut korpus kuadrigeminus inferior.
3)   Pons varoli, brakium pontis yang menghubungkan mesensefalon dengan pons varoli dengan serebelum, terletak di depan serebelum diantara otak tengah dan medulla oblongata.
4)   Medulla oblongata, merupakan bagian dari batang otak yang paling bawah yang menghubungkan pons varoli dengan medulla spinalis.
4.      Medulla Spinalis
Saraf spinal pada manusia dewasa memiliki panjang sekitar 45 cm dan lebar 14 mm. Pada bagian permukaan dorsal dari saraf spinal, terdapat alur yang dangkal secara longitudinal dibagian medial posterior berupa sulkus dan bagian yang dalam dari anterior berupa fisura. Medula spinalis terdiri dari 31 segmen jaringan saraf dan masing-masing memiliki sepasang saraf spinal yang keluar dari kanalis vertebralis melalui foramen intervertebralis (lubang pada vertebra). Saraf-saraf spinal diberi nama sesuai dengan foramen intervertebra tempat keluarnya saraf-saraf tersebut, kecuali saraf servikal pertama yang keluar di antara tulang oksipital dan vertebra servikal pertama. Dengan demikian, terdapat 8 pasang saraf servikal (dan hanya tujuh saraf vertebra servikalis), 12 pasang saraf torakali, 5 pasang saraf lumbalis, 5 pasang saraf sakralis dan 1 pasang saraf cocygeus. Sumsum tulang belakang dibentuk oleh 3 selaput yaitu durameter, arakhnoid dan piameter.
1)      Durameter terdiri dari dua lapisan, lapisan luar yang melapisi tengkorak dan lapisan dalam yang bersatu dengan lapisan luar dan mendapat persarafan yang banyak dari cabang-cabang saraf trigeminus dan vagus dari saraf simpatik.
2)   Arakhnoid adalah lapisan tipis, halus yang memisahkan piameter dan durameter.
3)   Piameter yang menyelip kedalam celah yang ada pada otak dan sumsum tulang belakang dan sebagai akibat kontak yang sangat erat maka dapat menyediakan dari struktur-struktur ini.
Fungsi medulla spinalis adalah pusat gerakan otot-otot tubuh terbesar di kornu motorik atau kornu ventralis, mengurus kegiatan refleks-refleks spinalis serta reflex lutut, menghantarkan rangsangan koordinasi dari otak dan sendi ke serebelum, sebagai penghubung antar segmen medulla spinalis, mengadakan komunikasi antara otak dengan semua bagian tubuh.

2.1.2.2       Anatomi Peredaran Darah Otak
Darah mengangkut zat asam, makanan dan substansi lainnya yang diperlukan bagi fungsi jaringan hidup yang baik.Kebutuhan otak sangat mendesak dan vital, sehingga aliran darah yang konstan harus terus dipertahankan (Chusid, 1979). Suplai darah arteri ke otak merupakan suatu jalinan pembuluh-pembuluh darah yang bercabang-cabang, ber hubungan erat satu dengan yang lainsehingga dapat menjamin suplai darah yang adekuat untuk sel (Wilson, 2002).
1.      Peredaran Darah Arteri
Suplai darah ini dijamin oleh dua pasang arteri, yaitu arteri vertebralis dan arteri karotis interna, yang bercabang dan beranastosmosis membentuk circuluswillisi (Wilson, 2002).
Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari arteri karotis komunis yang berakhir pada arteri serebri anterior dan arteri serebri medial.Di dekat akhir arteri karotis interna, dari pembuluh darah ini keluar arteri communicans posterior yang bersatu kearah kaudal dengan arteri serebri posterior.Arteri serebrianterior saling berhubungan melalui arteri communicans anterior (Chusid, 1979). Arteri vertebralis kiri dan kanan bersal dari arteria subklavia sisi yang sama. Arteri subklavia kanan merupakan cabang dari arteria inominata, sedangkan arteri subklavia kiri merupakan cabang langsung dari aorta.Arteri vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen magnum, setinggi perbatasan pons dan medula oblongata.Kedua arteri ini bersatu membentuk arteri basilaris (Wilson, 2002).
2.      Peredaran Darah Vena
Aliran darah vena dari otak terutama ke dalam sinus-sinus duramater,suatu saluran pembuluh darah yang terdapat di dalam struktur duramater yang liat. Sinus-sinus duramater tidak mempunyai katub dan sebagian besar berbentuk triangular.Sebagian besar vena cortex superfisial mengallir ke dalam sinus longitudinalis superior yang berada di medial.Dua buah vena cortex yang utama adalah vena anastomotica magna yang mengalir ke dalam sinus longitudinalis superior dan vena anastomotica parva yang mengalir ke dalam sinus transversus. Vena-vena serebri profunda memperoleh aliran darah dari basal ganglia (Wilson,2002).
Gambar 2.3
Circus Willisi (Wikipedia, 2009)



2.1.2.3 Etiologi
Etiologi merupakan penyebab suatu penyakit (Dorlan, 1996).Berdasarkan etiologinya stroke diklasifikasikan menjadi dua, stroke haemoragic (pendarahan) jika arteri pecah dan stroke non haemoragic (ischemik) jika arteri tersumbat.
Menurut Junaidi (2011), banyak faktor risiko yang dapat membuat seseorang yang menjadi rentan terhadap serangan stroke. Secara garis besar faktor resiko stroke dibagi menjadidua yaitu:
1.      Faktor risiko internal atau yang tidak dapat dikontrol :
b.    Umur, semakin tua kejadian stroke semakin tinggi.
c.    Ras/suku bangsa, Bangsa Afrika/Negro, Jepang, dan Cina lebih sering terkena stroke.
d.   Jenis Kelamin, laki-laki lebih berisiko dibanding wanita.
e.    Riwayat Keluarga yang pernah mengalami stroke.
2.      Faktor risiko eksternal atau yang dapat dikontrol :
a.    Hipertensi
b.    Diabetes mellitus/kencing manis
c.    Merokok
d.   Obesitas
e.    Hiperlipidemia dan Kolesterol
f.     Peminum alkohol
g.    Obat-obatan, misalnya obat yang mempengaruhi serebrovaskular.
2.1.2. 4 Patologi
Patologi merupakan ilmu yang mempelajari sebab-sebab dan hakikat penyakit, dan juga mempelajari perubahan-perubahan anatomi maupun perubahan fungsional berkenaan adanya penyakit tersebut (Hudaya,1997). Gangguan peredaran darah otak dapat terjadi di mana saja di dalam arteri-arteri yang membentuk circulus willisi yang terdiri dari arteri karotis interna dan arteri vertebra basilaris atau semua cabang-cabangnya. Secara umum, apabila aliran darah yang ke jaringan otak terputus 15 sampai 20 menit, akan terjadi kematian jaringan atau infark (Wilson, 2002).
1.      Trombotik Serebri
Pembuluh darah yang menuju otak mengeras dan terjadi perubahan degenerasi dari dinding pembuluh darah.Dinding pembuluh darah menjadi lemah, berwarna kuning dan menebal oleh karena penumpukan zat lemak.Selain itu pengendalian zat kapur menyebabkan pembuluh darah mengeras dari permukaan pembuluh darah bagian dalam yang permukaannya licin menjadi tidak rata.Penebalan dinding pembuluh darah menyebabkan penyempitan dan aliran darah menjadi berkurang.Sehingga jaringan otak kekurangan kebutuhan oksigen (O) dan zat-zat lainnya, yang akhirnya jaringan otak menjadi mati atau rusak.
2.      Emboli Serebri
Emboli Serebri adalah penyumbatan pembuluh darah arteri.Emboli biasanya berhubungan dengan penyakit jantung dan penyakit pembuluh darah.Emboli dapat menyumbat pembuluh darah otak secara total atau partial. Daerah jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh darah ini akan mengalami infark atau thrombosis (Chusid, 1979). Suatu thrombosis yang melekat di permukaan dalam pembuluh darah atau jantung terlepas dan kemudian masuk ke dalam perdaran darah otak yang menimbulkan gejala-gejala stroke yang timbul secara mendadak.
Gambar 2.4
Stroke Trombosis dan stroke Emboli
(Google, diekses tanggal 7 januari 2013)

2.1.5Tanda dan Gejala
Tanda awal serangan stroke umumnya berupa gangguan kesadaran, tidak sadar, bingung, sakit kepala, susah konsentrasi, disorientasi, atau dalam bentuk lainya (Junaidi, 2011). Gangguan kesadaran dapat muncul dalam bentuk lain berupa perasaan ingin tidur, sulit mengingat, penglihatan kabur dan lain sebagainya. Pada beberapa jam berikutnya gangguan kesadaran akan berlanjut yang menurunkan otot dan koordinasi, dalam bentuk sulit berkonsentrasi dalam membaca atau mendengar percakapan orang lain. Kemungkinan lain sulit dalam menyusun kata-kata atau melakukan pekerjaan sehari-hari seperti berdiri, berjalan atau mengambil/memegang gelas, pensil, sendok dan garpu. Gangguan lain berupa ketidakmampuan buang air kecil dan buang air besar, kehilangan kemampuan untuk merasakan, mengalami kesulitan menelan dan bernafas.
Gejala stroke akut Menurut Junaidi (2011), sebagai berikut :
1.      Adanya serangan deficit neurologis fokal, berupa kelemahan atau kelumpuhan lengan atau tungkai dan salah satu sisi tubuh.
2.      Hilangnya rasa atau adanya sensasi abnormalitas pada lengan atau tungkai dan salah satu sisi tubuh. Baal atau mati rasa sebelah badan.
3.      Mulut tidak simetris, lidah mencong bila diluruskan.
4.      Gangguan menalan.
5.      Gangguan bicara.
6.      Sulit memikirkan dan mengucapkan kata-kata yang tepat.
7.      Tidak memahami pembicaraan orang lain.
8.      Tidak mampu membaca dan menulis serta tidak memahami tulisan.
9.      Tidak dapat berhitung dan kepandaian menurun.
10.  Tidak mampu menganali dan merasakan bagian tubuhnya.
11.  Sulit mengontrol buang air kecil dan buank air besar.
12.  Sulit berjalan, langkah kecil-kecil dan sempoyongan.
13.  Menjadi pelupa atau pikun (Dimensia).
14.  Awal terjadi penyakit (Onset) cepat, mendadak dan biasanya terjadi pada saat istirahat atau bangun tidur.
15.  Kelopak mata sulit untuk dibuka atau dalam keadaan tertutup.
16.  Gangguan pengelihatan, penglihatan gelap atau ganda sesaat.
17.  Gangguan pendengaran, berupa tuli satu telinga atau kemampuan mendengaranya menurun.
18.  Perasaan menjadi mudah sensitif : menjadi menangis dan tertawa.
19.  Banyak  tidur atau selalu ingin tidur, mengantuk.
20.  Kehilangan keseimbangan, gerakan tubuh tidak terkontrol dengan baik, sempoyongan dan terjatuh.
2.1.6 Komplikasi
Komplikasi merupakan suatu proses patologis atau tidak langsung akibat disuse (karena imobilisasi) atau misuse (karena salah menggerakkannya) (Hudaya,1997). Pasien yang telah menderita stroke berisiko mengalami komplikasi lanjut yang terjadi akibat immobilisasi, serta masalah-masalah yang berhubungan dengan kondisi medis umumnya. Komplikasi yang ditimbulkan menurut Feigin(2004)adalah :
1.    Pasien mengalami penurunan partial atau total gerakan dan kekuatan lengan dan tungkai disalah satu sisi tubuh (kelumpuhan partial disebut paresis, kelumpuhan total disebut paralisis).
2.    Hingga 80-90% menderita kebingungan, dalam masalah kemampuan berfikir dan mengingat.
3.    Pasien mengalami satu atau lebih masalah komunikasi, 30% Mereka mungkin mampu berbicara atau memahami bahasa lisan (afaksia atau disfaksia), gejala mencangkup kesulitan memilih kata-kata yang tepat untuk diucapkan atau ditulis, kesulitan memahami tulisan, pamakaiaan kata-kata tanpa makna dan masalah memahami lelucon. atau mungkin mereka mengalami kesulitan berbicara, berbicara pelo, atau sama sekali tidak mampu bersuara meskipun tetap mengerti bahasa lisan (disartria).
4.    Mengalami kesulitan menelan (disfagia).
5.    Hingga 10% mengalami kesulitan melihat benda-benda disatu sisi (hemianopia) dan 10% memiliki penglihatan ganda (diplopia).
6.    Kurang dari 10% mengalami gangguan koordinasi saat duduk, berdiri atau berjalan (ataksia).
7.    Mengalami masalah orientasi kiri-kanan dan bahkan tidak menyadari kesalahanya.
8.    Mengalami cacat sendi atau kontraktur (sendi yang tidak dapat ditekuk atau diluruskan) dalam tahun pertama setelah stroke. Tanpa pemecahan yang berarti, 10-29% pasien mengalami debikubitus (luka akibat tidur terlalu lama).
9.    Hinggga 5% mengalami infeksi saluran kemih pada bulan pertama, salah satu penyebab utama kematian pada stroke.
10.    Hingga 10% mengalami Deep Vein Thrombosis (DVT) dalam bulan pertama.
11.    Kurang dari 10% mengalami masalah dalam pengendalian buang air kecil atau buang air besar atau konstipasi (sembelit).
2.2 Deskripsi Problema Fisioterapi
Problematika yang akan dihadapi fisioterapi pada penderita akibat stroke akut sangat bervariasi bergantung pada topis lesi dan derajat beratnya lesi. Problematika yang terjadi menurut klasifikasi dari WHO yang dikenal dengan International Classification of Function and Disabilitty (ICF) yang terdiri atas impairment, functional limitation, dan participation restriction.
1.    Impairment
Impairment merupakan gangguan pada jaringan pada penderita stroke sebagai gangguan kapasitas fisik maupun pisikologis yang cukup berat. Pasien mengalami keadaan yaitu adanya:
1)      Abnormalitas tonus otot, karena adanya kerusakan sistem saraf sehingga menimbulkan kekakuan yang bersifat spastik.
2)      Pola sinergis biasanya selalu terdapat dengan spastisitas dan saling mempengaruhi.
3)      Potensial terjadinya komplikasi tirah baring pada sistem pernapasan, karena tirah  baring yang lama akan menyebabkan penumpukan cairan dalam paru.
2.      Fungsional Limitation
Functional limitation merupakan ketidak mampuan pasien dalam beraktivitas fungsional.Dalam hal ini karena tidak mampu menggerakkan anggota tubuh yang lumpuh misalnya lengan dan tungkai, untuk perawatan diri dan ketidakmampuan berjalan. Aktivitas lengan misalnya makan, minum, menyisir rambut, gosok gigi dan mengambil sesuatu akan menjadi terganggu, sedangkanaktivitas tungkai misalnya jongkok, berdiri dan berjalan.

3.      Participation Restriction (Disability)
Participation restriction atau disability merupakan ketidak mampuan melakukan aktivitas sosial dan berinteraksi dengan lingkungan. Sehingga kondisi tadi akan membatasi atau menghalangi penderita untuk berperan normal baik sebagai anggota keluarga atau masyarakat. Keadaan yang terakhir ini disebut disability. Dengan adanya permasalahan di atas, maka akan membatasi pasien untuk berperan serta secara normal dalam keluarga dan lingkungan masyarakat.

2.3 Metode Margaret Jhonstone
Modalitas yang akan dibahas pada karya tulis ilmiah ini adalah terapi latihan menggunakan metode Margaret Johnstone, metode ini digunakan dalam meningkatkan tonus otot yang mengalami hypotonus, menurunkan tonus otot yang mengalami hypertonus, mengacu pada pola gerak yang normal, mekanisme reflek postural yang normal dan sensorik yang normal.
2.3.1   Tujuan Metode Margaret Johnstone
Metode pendekatan ini dikembangkan oleh Margaret Johnstone, seorang fisioterapi di sekitar tahun 1970-an, khusus untuk pasien hemiparese.
Pendekatan ini dikembangkan berdasarkan premis bahwa gerakan normal bergantung pada:
1.    Tonus yang normal, sehingga diperlukan untuk menaikkan tonus otot yang rendah (hypotonus) dengan cara fasilitasi dan menurunkan tonus otot yang meninggi (hipertonus) dengan cara inhibisi.
2.    Pola gerak yang normal, dimana latihan mengadaptasi dasar pola tumbuh kembang bayi yang normal (terlentang, berguling, tengkurap, menegakkan kepala merayap, merangkak, duduk, berdiri pada lutut, berdiri, berjalan, berlari dan melompat) mengembalikan control spinal-tonik-basal-kortikal.
3.    Mekanisme reflek postural yang normal, dengan mengembangkan control postural.
4.    Sensorik yang normal, dengan mengembangkan stimulasi-stimulasi sensorik.







BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
DAN PERENCANAAN PELAKSAAN STUDI KASUS

3.1    Tempat dan Waktu Penelitian
3.1.1        Penelitian ini akan dilakukan di RS Mohammad Hoesin Palembang.
3.1.2        Waktu penelitian akan dilakukan pada  Pebruari - April 2013.

3.2    Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang akan dilakukan pada penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini adalah jenis penelitan study kasus.

3.3    Rencana Pengkajian Fisioterapi
3.3.1   Pemeriksaan
3.3.1.1       Anamnesis
30
 
Anamnesis adalah cara pengumpulan data dengan jalan tanya jawab antara terapis dengan sumber data. Macam-macam anamnesis ada 2 yaitu autoanamnesis dan heteroanamnesis. Autoanamnesis adalah tanya jawab secara langsung dengan pasien itu sendiri. Sedangkan heteroanamnesis adalah tanya jawab pada orang-orang terdekat yang mengetahui keadaan pasien.
a.       Anamnesis Umum
Anamnesis umum berisi tentang identitas pasien secara lengkap.dalam anamnesis ditemukan data sebagai berikut:
1)   Nama                    :
2)   Umur                    :
3)   Jenis Kelamin       :
4)   Agama                  :
5)   Pekerjaan  :
6)   Alamat                  :
b.    Anamnesis Khusus
Anamnesis khusus merupakan data informasi tentang keluhan utama pasien, keluhan utama merupakan satu atau lebih dari gejala dominan yang mendorong pasien untuk pergi mencari pertolongan.
c.       Riwayat Penyakit Sekarang
Menggambarkan riwayat penyakit secara kronologis dengan jelas dan lengkap. Tentang bagaimana masing-masing gejala tersebut timbul dan kejadian apa yang berhubungan dengannya.

d.      Riwayat Penyakit Dahulu
Menanyakan kepada pasien tentang penyakit apasaja yang pernah diderita oleh pasien. Misalkan apakah pasien mempunyai penyakit diabetes mellitus, hipertensi, jantung koroner.
e.       Riwayat Penyakit Pribadi
Menanyakan kepada pasien mengenai status, hobi, olahraga dan aktivitas yang kemungkinan ada hubungannya dengan penyakit penderita.
f.       Riwayat Penyakit Dalam Keluarga
Bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya penyakit-penyakit yang bersifat menurun dari keluarga.
g.      Anamnesis Sistem
Berdasarkan anamnesis sistem dapat diketahui tentang keluhan yang terjadi, seperti :
1)      Kepala dan Leher           :
2)      Kardiovaskuler               :
3)      Respirasi                         :
4)      Gastrointestinal              :
5)      Urogenital                      :
6)      Musculoskeletal             :
7)      Nervorum                       :

3.3.1.2       Pemeriksaan Fisik
a.  Tanda-tanda Vital
Tanda-tanda vital sign terdiri dari :
1)      Tekanan darah      :
2)      Denyut nadi          :
3)      Pernafasan            :
4)      Suhu                     :
5)      Tinggi badan         :
6)      Berat badan          :
b.  Inspeksi
Terdapat 2 macam pemeriksaan dengan inspeksi yaitu :
1)      Inspeksi Statis
Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara melihat dan mengamati pasien dalam keadaan diam.
2)      Inspeksi Dinamis
Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara melihat dan mengamati pasien dalam keadaan bergerak.
c.    Palpasi
Palpasi adalah suatu pemeriksaan yang secara langsung kontak dengan pasien, dengan meraba, menekan, dan memegang bagian tubuh pasien untuk mengetahui adanya spasme, nyeri tekan dan suhu.
d.      Perkusi
Perkusi yaitu pemeriksaan yang dilakukan dengan cara mengetuk suatu bagian organ tubuh.
e.       Auskultasi
Auskultasi adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan caramendengarkan.
3.3.1.3       Pemeriksaan Gerak Dasar
a.    Gerak Pasif
Pemeriksaan gerak yang dilakukan oleh terapis kepada pasien dimana pasien dalam keadaan rileks.
b.    Gerakan Aktif
Pasien diminta menggerakkan anggota gerak yang diperiksa secara aktif, terapis melihat dan memberikan aba-aba.

c.       Gerakan Aktif Melawan Tahanan
Tujuan dari tes ini adalah untuk mengetahui adanya penurunan kekuatan otot atau tidak.

3.3.1.4 Pemeriksaan Kognitif, Intrapersonal, Interpersonal
Pemeriksaan kognitif meliputi komponen atensi, konsentrasi, memori,pemecahan masalah, integritas belajar dan pengambilan sikap.
Pemeriksaan intrapersonal merupakan kemampuan pasien dalam memahami dirinya, menerima keadaan dirinya, motivasi, kemampuan berinteraksi dengan lingkungan dan bekerja sama dengan fisioterapis.
Pemeriksaan interpersonal meliputi kemampuan seseorang dalam berhubungan dengan orang lain baik sebagai individu, keluarga, masyarakat dan berhubungan dengan lingkungan sekitarnya.




3.3.1.5       Pemeriksaan Kemampuan Fungsional
a.       Fungsional Dasar
Merupakan kemampuan transfer dan ambulasi, misalnya bangun tidur,tidur miring ke kanan dan ke kiri, duduk, duduk ke berdiri dan jalan.
b.      Fungsional Aktivitas
Merupakan aktivitas perawatan diri misalnya mandi, berpakaian dan toileting serta aktivitas yang di lakukan pasien sehari-hari.
c.       Lingkungan Aktivitas
Adanya keterbatasan fungsional pada penderita berdampak terhadap kemampuan beradaptasi dengan lingkungan aktivitasnya baik di dalam rumah maupun di luar rumah.
3.3.1.6       Pemeriksaan Spesifik
3.3.1.7       Diagnosa Fisioterapi
a.           Impairment : Kondisi pasien mampu dan tidak mampu melakukan gerakan fungsional tubuh.
b.      Fungsional limitation : Kondisi mengenai ada atau tidaknya gangguan pada ADL pasien.
c.       Disability : Kondisi menganai bagaimana kegiatan aktivitas pasien dalam lingkungan kehidupanya.
3.3.1.8       Tujuan Fisioterapi
a.    Tujuan Jangka Pendek
Adalah segala permasalahan yang mempengaruhi impairment, fungsional limitation dan participation restriction.
b.    Tujuan Jangka Panjang
Tujuan jangka panjang adalah meneruskan tujuan dari tujuan jangka pendek.
3.3.1.9       Rencana Pelaksanaan Fisioterapi
Teknologi Fisioterapi
a.     Teknologi alternatif
b.    Teknologi terpilih
c.     Teknologi yang dilaksanakan
d.    Home Program
e.     Pelaksanaan terapi





3.3.1.10   Prognosis
a.       Quo ad vitam               : Menyangkut hidup matinya pasien.
b.      Quo ad sanam              : Menyangkut kesembuhan pasien.
c.       Quo ad fungsional       : Menyangkut segi kosmetik pasien.
d.      Quo ad cosmeticam     : Menyangkut aktivitas sehari-hari.

3.3.1.11   Rencana Evaluasi Hasil Terapi
Untuk mengetahui tingkat keberhasilan dalam pemberian terapi maka perlu dilakukan evaluasi sehingga fisioterapis dapat membandingkan data sebelum dan sesudah terapi apakah perlu dirubah, diteruskan atau dihentikan.

1 komentar: